subhan.esde@yahoo.com

Losari, Pantai Indah yang sedang Gundah

Pantai Losari (Foto: Subhan SD)

“SEJAK saya kecil, Pantai Losari merupakan pantai yang sangat indah untuk melihat sunset. Ketika tinggal di Makassar atas undangan almarhum Bapak Jenderal M Jusuf ketika masih menjadi Panglima Kodam Hasanuddin, hampir setiap hari saya diajak ke Pantai Losari. Sampai saya bertanya, apa tidak ada lagi tempat lain selain Losari ya, he-he-he…,” ujar Presiden Megawati saat meresmikan pencanangan revitalisasi Pantai Losari di Makassar, Sabtu (11/9) sore silam.

Kontan ribuan warga yang hadir tergelak. Bahkan pejabat semisal Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Feisal Tamin, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Pangdam Wirabuana Mayjen Suprapto, Kepala Polda Sulsel Irjen Saleh Saaf, Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin dibuat senyum-senyum juga.

Terkesan ada kebosanan dari kisah Megawati itu, tetapi betapa pun juga menunjukkan bahwa Pantai Losari benar-benar tak bisa dilepaskan dari Makassar. Datang ke Makassar tanpa ke Losari, ibarat sayur asam tanpa garam. Hambar! Losari benar-benar menjadi ikon ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan itu. Bahkan setiap pelancong yang pernah singgah di Makassar selalu ditanya, “Sudah ke Losari?”

Losari memang menjadi landmark Makassar. Namun, jangan membayangkan tipikal pantai seperti di Bali yang memiliki hamparan pasir putih yang panjang dan luas. Losari hanyalah sebuah pantai yang sudah ditanggul. Panjangnya kira-kira 950 meter.
Di sepanjang jalan itu terdapat Jalan Penghibur yang di sisi jalannya berdiri hotel-hotel, restoran, kafe, rumah sakit, warung kopi, dan tempat hiburan lainnya, yang semuanya menghadap ke laut lepas. Namun, bagaimanapun juga, kesediaan Presiden Megawati untuk mengurusi pantai itu sudah memberikan jawaban bahwa dengan segala kondisinya ternyata Losari tidak bisa dipandang sebelah mata.

Tanggul pantai rusak akibat abrasi air laut. (Foto: Subhan SD)

Pantai Losari adalah sebuah ruang publik (public space). Sebagai sebuah kota, sebetulnya Makassar terasa sekali kekurangan ruang publik yang memberikan kelonggaran untuk warganya dan juga para pelancong. Dan satu-satunya Losari menjadi sebuah etalase ruang publik di Makassar yang paling utama dan paling sering dikunjungi, terlebih jika dikaitkan dengan sektor pariwisata.

Makin terasa penting ketika Makassar menjadi gate (pintu masuk) sekaligus juga living room (ruang keluarga) bagi kawasan timur Indonesia. Apa yang terjadi di Makassar merupakan representasi dari kehidupan di timur. Makassar menjadi semacam miniatur aktivitas di kawasan Indonesia bagian timur.


BUKAN hanya Megawati yang punya kenangan dengan Losari. Boleh jadi ribuan, bahkan jutaan, orang mungkin punya kenangan yang amat pribadi. Memandangi deburan ombak yang memecah tanggul pantai, menikmati angin sepoi-sepoi (anging mammiri) sambil menyantap pisang epe dan minum saraba, atau memandangi perahu-perahu nelayan sampai kapal pinisi yang berlalu lalang di laut mungkin cuma di Pantai Losari yang bisa dicapai dengan mudah.

Tak banyak mengeluarkan biaya. Tinggal parkir kendaraan, siapa saja bisa melepaskan pandangan ke laut lepas tanpa terhalang apa pun. Losari bagi banyak kalangan memang cukup cantik.

Pada sore hari kawasan pantai itu selalu ramai. Begitu senja mulai menggantung di ufuk barat, ratusan warga berdatangan. Ada yang menggunakan sepeda motor, mobil, atau naik becak. Umumnya mereka duduk-duduk di tembok tanggul sambil menatap ke laut lepas.

Ada juga yang duduk-duduk di sepeda motor yang diparkir di pinggir tanggul. Berbagai lapisan masyarakat hadir. Mereka ingin menyaksikan kala matahari terbenam (sunset). “Saya sering datang ke sini karena asyik juga melihat matahari pelan-pelan hilang ditelan laut. Ini tempat favorit saya, apalagi udara laut begitu fresh,” kata Zainal, warga Rappocini, Makassar, yang mengaku sekali dalam seminggu datang ke Losari. Bahkan pada malam hari tidak juga kunjung sepi. Terutama pada hari-hari libur atau malam Minggu, Pantai Losari justru disesaki warga.

Di tepi pantai, terlihat anak muda hingga usia kakek-nenek. Ada muda-mudi yang tengah memadu kasih. Ada juga keluarga yang membawa anak-anak mereka menikmati udara laut. Ada sejumlah wisatawan, termasuk orang asing yang asyik naik becak. Ratusan motor diparkir di sisi tanggul. Kendaraan roda empat juga tak ketinggalan. Becak berseliweran mengangkut penumpang. Tak mengherankan, sering kali pada malam Minggu lalu-lintas di kawasan itu macet. Motor, mobil, becak, berebutan mencari jalan.

Sebagai ruang publik, setiap Minggu pagi (pukul 05.00-10.00) kawasan pantai itu pun tertutup untuk kendaraan, sejak 22 Agustus silam lalu. Kawasan itu disediakan untuk siapa saja yang hendak melakukan kegiatan olahraga atau aktivitas kesehatan. Tak mengherankan begitu ada penutupan, ribuan warga tumplek-blek di sepanjang Jalan Penghibur itu. Ribuan warga melakukan aerobik atau senam massal setiap Minggu pagi. Tidak dipungut bayaran alias gratis. Asal ada kemauan, silakan bergabung.

Itulah Pantai Losari. Tempat semua orang bersua tanpa membawa atribut yang disandangnya. Tanpa kelas sosial, tanpa perbedaan agama, tanpa perbedaan ekonomi. Sama-sama bisa menikmati anging mammiri, sama-sama bisa menghirup udara laut yang segar, sama-sama bisa menyaksikan perahu-perahu nelayan berseliweran, sama-sama bisa memandangi sunset.


MENGAPA Losari harus direvitalisasi?

Paling tidak ada dua alasan penting. Pertama, kondisi fisik pantai kini dalam keadaan gundah. Pencemaran lingkungan di sepanjang garis pantai dan ekosistem perairan laut sejak beberapa tahun lalu sampai kini belum teratasi. Kedua, terjadinya perubahan morfologi pantai yang tidak terkendali.

Pencemaran yang paling mudah terlihat mata adalah sampah yang berserakan. Sampah-sampah bekas plastik atau bekas-bekas makanan bisa dijumpai di mana-mana. Melongok ke laut juga sama saja, sampah terapung diombang- ambing ombak. Losari terkesan begitu jorok.

Melihat kenyataan itu Pemerintah Kota Makassar menggelar kampanye “Gerakan Makassar Bersih”. Perda Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kebersihan Kota Makassar pun diberlakukan sejak 16 Agustus silam. Alhasil sejak itu, jalan-jalan yang menjadi proyek percontohan (Jalan Penghibur, Riburane, Somba Opu, A Yani, Sudirman, Haji Bau) langsung bersih. Yang buang sampah sembarangan hanya punya dua pilihan: didenda bisa sampai Rp 5 juta atau harus mendekam di penjara!

Namun, pencemaran laut bahkan lebih gawat lagi. Menurut Prof Winarni Monoarfa dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Hasanuddin, yang pernah meneliti kondisi laut di Losari, pencemaran yang sangat berbahaya adalah kandungan logam berat berupa timbal (Pb) dan kadmium (Cd). “Kandungan logam berat yang terdapat di bentos, kerang, atau ikan akan sangat berbahaya bagi manusia,” kata Winarni yang kini menjadi Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Gorontalo. Selain itu, ada juga pencemaran bakteri e-coli yang melebihi ambang batas sehingga bisa mengancam kesehatan manusia. Masih ada lagi, terumbu karang di pantai itu yang ternyata telah hancur.

Faktor-faktor kerusakan itu tak lepas dari tangan-tangan jahil manusia, termasuk manajemen perkotaan selama ini. Bayangkan saja, sistem drainase kota langsung mengarah ke laut. Begitu juga pembuangan kanal kota. Limbah rumah tangga juga langsung meluncur ke laut. Tidak ada sewage treatment plan (pembuangan kotoran) kota. Ini tak lepas akibat perubahan fungsi-fungsi ruang kota sepanjang kawasan pantai dari semula merupakan kawasan perumahan menjadi kawasan komersial di mana banyak hotel dan restoran.

Di samping pencemaran itu, perubahan morfologi pantai yang tidak terkendali juga harus diwaspadai. Abrasi laut mengakibatkan fondasi tanggul di beberapa bagian jebol. Sepanjang tanggul saat ini terlihat bolong-bolong, yang amat membahayakan konstruksi pantai secara keseluruhan. Padahal, air laut terus menggerogoti. Siapa yang sangka bila tiba-tiba pantai itu runtuh seketika?

Perubahan lain adalah pendangkalan laut di sepanjang Pantai Losari sampai Pelabuhan Makassar. Padahal, pelabuhan itu disinggahi kapal-kapal besar, baik kapal penumpang maupun pengangkut barang. Semakin runyam karena perlahan, tetapi pasti tumbuh daratan baru di sepanjang pantai.

Kadang-kadang warga Makassar sendiri tercengang-cengang karena beberapa tahun silam tanah-tanah baru itu tidak ada. Daratan baru akibat proses sedimentasi yang dipengaruhi arus laut. Ditambah lagi longsoran Gunung Bawakaraeng pada awal tahun 2004 ke muara Sungai Jeneberang membuat dataran-dataran itu muncul dengan sendirinya.

Pencemaran dan perubahan fisik itu adalah ancaman bagi Pantai Losari. Pantai Losari nan indah pun menjadi gundah. Akankah pantai itu hanya menjadi kenangan? Tidak ada kata terlambat. Wali Kota Ilham Arif Sirajuddin segera mengampanyekan “Save Our Losari” (“Selamatkan Pantai Losari Kita”). Rupanya dia tak setengah hati untuk melakukan revitalisasi pantai tersebut. “Kita harus menyelamatkan Pantai Losari dari kerusakan lebih parah,” kata Wali Kota Makassar.

Kompas, Rabu 22 September 2004